Nah, dari sekian banyak pejuang Nusantara yang terkenal, ada satu suku dari daerah Kalimantan yang kita kenal dengan suku Dayak, mereka bergerak dan bertempur bak siluman. Para tentara Belanda dengan senjata canggih seperti senapan dan meriam pun kewalahan saat menghadapi prajurit prajurit Dayak yang pada umumnya hanya mengandalkan sumpit (bahasa Kalimantan Tengah: sipet).
Sumpit atau sipet adalah senjata yang digunakan untuk berburu maupun dalam pertempuran terbuka atau sebagai senjata rahasia untuk pembunuhan diam diam. Penggunaan sumpit yaitu dengan cara ditiup. Dari segi penggunaannya sumpit atau sipet ini memiliki keunggulan tersendiri karena dapat digunakan sebagai senjata jarak jauh dan tidak merusak alam karena bahan pembuatannya yang alami. Dan salah satu kelebihan dari sumpit atau sipet ini memiliki akurasi tembak yang dapat mencapai mencapai 218 yard atau sekitar 200 meter.
Para serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru. yang membuat pihak penjajah gentar itu adalah anak sumpit yang beracun. Sebelum berangkat ke medan laga, prajurit Dayak mengolesi mata anak sumpit dengan getah pohon ipuh atau pohon iren. Dalam kesenyapan, mereka beraksi melepaskan anak sumpit yang disebut damek. Tanpa tahu keberadaan lawannya, tiba-tiba saja satu per satu serdadu Belanda terkapar, membuat sisa rekannya yang masih hidup lari terbirit-birit. Kalaupun sempat membalas dengan tembakan, dampak timah panas ternyata jauh tak seimbang dengan dahsyatnya anak sumpit beracun. Tak sampai lima menit setelah tertancap anak sumpit pada bagian tubuh mana pun, para serdadu Belanda yang awalnya kejang-kajang akan tewas. Bahkan, bisa jadi dalam hitungan detik mereka sudah tak bernyawa. Sementara, jika prajurit Dayak tertembak dan bukan pada bagian yang penting, peluru tinggal dikeluarkan. Setelah dirawat beberapa minggu, mereka pun siap berperang kembali.
Dilihat dari bentuknya, sumpit memiliki bentuk yang bulat dan memiliki panjang antara 1,5-2 meter, berdiameter sekitar 2-3 sentimeter. Pada ujung sumpit ini diolah sasaran bidik seperti batok kecil seperti wajik yang berukuran 3-5 sentimeter. Pada bagian tengah dari sumpit dilubangi sebagai tempat masuknya damek (anak sumpit). Pada bagian bagian atas sumpit lebih tepatnya pada bagian depan sasaran bidik dipasang sebuah tombak atau sangkoh (dalam bahasa Dayak). Sangkoh terbuat dari batu gunung yang lalu diikat dengan anyaman uei (rotan).
Tidak semua orang memiliki keahlian dalam membuat sumpit atau sipet. Di Pulau Kalimantan saja hanya ada beberapa suku saja yang memiliki keahlian dalam pembuatan sumpit, yaitu suku Dayak Ot Danum, Punan, Apu Kayan, Bahau, Siang, dan suku Dayak Pasir.
Perjuangan anak negeri Dayak melawan penjajah Belanda ternyata tak kalah heroiknya dengan pejuang yang konon menggunakan bambu runcing untuk memerdekakan negeri Indonesia. Sumpit menjadi salah satu senjata khas yang mampu menjadi bagian sejarah tak terlupakan. Sehingga saat ini, ketrampilan menyumpit bukan lagi untuk berburu atau untuk berperang, melainkan diperlombakan pada olahraga-olahraga daerah. Menjadi nomor olahraga yang diperhitungkan pada setiap pertandingan yang selenggarakan di daerah. Olahraga sumpit tidak jauh berbeda dengan olahraga yang lainnya seperti olahraga tembak atau olahraga panah. Biasanya untuk sasarannya dibuat lingkaran dari karton atau kertas. Peserta lomba berlomba-lomba untuk mengenai lingkaran yang telah dibuat dengan jarak yang telah ditentukan oleh panitia lomba.
1 komentar
Mohon dikoreksi suku Dayak yg bisa membuat dan ahli memakai nya adalah suku Dayak Punan..yang lain nya kok atau biru..
Post a Comment